Implementasi Ngayah Masa Kini
Ngayah
bagi umat Hindu umumnya atau masyarakat (Hindu) Bali khususnya bagai ‘oksigen’
yang menapasi religiusitas. Namun pada saat globalisasi melanda saat ini,
kegiatan ngayah semakin jarang
dilakukan. Hingga kini, ngayah memang
lebih banyak dipahami, dimaknai dalam lingkup yang sempit dan terbatas. Seperti
ngayah membuat upakara pada waktu
piodalan di pura, mempersembahkan Tari Wali, Bebali, atau memercikkan tirta
kepada umat, dan sebagainya. Akibatnya, banyak warga yang tidak bisa terlibat
dalam kegiatan ngayah berkenaan
dengan piodalan itu merasa ‘asing’ atau ‘tidak percaya diri’. Namun, jika
memahami dengan benar secara konseptual tentang makna dan hakikat dari ngayah, hal itu tidak perlu terjadi.
Aktivitas
ngayah yang masih melekat dalam sikap
batin dan budaya manusia Hindu pada hakikatnya berpegang pada suatu rumusan
filosofis kerja sebagai ibadah dan ibadah dalam kerja. Bagi sosok manusia Hindu
lebih jauh diperdalam dalam pemahaman kharisma yang disebut taksu. Konsep spiritual
taksu menjadi dasar, baik dalam representasi paham kerja atau ngayah dan tidak
semata-mata memberi pergulatan teknik, tetapi juga religious pendalaman atas
nuansa spiritual pada aktivitas ngayah.
Dewasa
ini bentuk pemahaman, penghayatan dan implementasi ngayah dalam arti luas,
antara lain dapat direfleksikan melalui menulis cerita-cerita ketuhanan,
menulis buku-buku agama, dharma wacana,
menyekolahkan anak yatim/piatu, mengajarkan tentang agama dan sebagainya. Jadi,
istilah ngayah tidak selalu dalam konteks
upacara keagamaan saja.
Komentar
Posting Komentar